Kamis, 22 Desember 2011

Solidaritas Punk Sul-Sel di 15 kilometer untuk pelanggaran HAM di Indonesia




Aksi solidaritas Punk Sul-Sel untuk pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dimulai dari berkumpul dan membahas semua persiapan untuk turun langsung kejalan pada tanggal 19 desember 2011 kemarin di ex-Harapan Baru Makassar. Lebih dari 50 orang teman-teman yang datang dari luar daerah ikut berpartisipasi dalam pembahasan aksi damai tersebut. Mulai dari sore jam 4 hingga sekitar jam 6 lewat, semua sepakat dengan yang telah diperbincangkan, jika ini aksi damai, bukan aksi menuntut, bukan aksi anarkis model mahasiswa, kita turun kejalan untuk memberitahukan ke masyarakat jika diluar sana sudah terlalu banyak pelanggaran HAM yang terjadi dan dilakukan oleh oknum berseragam, oknum beragama, aparat dan pelaku bisnis besar serta pemilik saham dan modal, sekali lagi bukan aksi anarkis. Dan yang kita sepakati juga tidak ada organisasi lain diluar komunitas Punk (UG Sul-Sel.red).





Semuanya terorganisir tanpa ketua, semuanya berjalan lancar tanpa adanya pihak yang mengatasnamakan komunitas ini itu. Dan akhirnya semuanya sepakat untuk turun kejalan pada hari rabu tanggal 21 desember 2011 kemarin. Sekitar jam 12 siang gedung ex-Harapan Baru sudah mulai di penuhi para punkers dari Makassar maupun dari luar kota Makassar. Ada yang berjalan kaki, mengendarai motor, angkot dan menumpang di truk, sebuah fenomena yang membanggakan kita semua, kalau kita bisa dan kita tidak kalah hanya karena kita “beda”. Hingga sekitar jam 2 siang, dimana kurang lebih 300 pasang mata telah siap melakukan aksi solidaritas untuk semua pelanggaran HAM di Indonesia. Rute yang di sepakati dengan berjalan kaki dari ex-Harapan Baru – Flyover (sebar selebaran) – Benteng Rotterdam (life music, tetrikal dan baca puisi), semuanya aman dan kami juga berusaha untuk tidak mengganggu pengguna jalan lainnya yang sedang melakukan aktifitasnya. Beberapa kali singgah untuk berteduh dan istirahat sejenak, karena panas matahari yang lumayan menguras tenaga tapi tidak menguras semangat.










Hingga pada pukul 16.30 kita semua akhirnya tiba di titik ke-2, Flyover. Dan tiba-tiba saja saya merasa aneh, aneh karena yang kita bahas kemarin tidak sesuai yang kita jalankan. Ada yang berorasi menuntut ini itu, hingga memaki sepenuh hati. Kita punk atau mahasiswa sih? Kan sudah di bilang waktu membahas aksi ini, “kita jangan aksi kayak mahasiswa”, kok sampai ada yang orasi menuntut dan memaki di bawah Flyover? Sebenarnya disitu kita cuma singgah untuk menyebar selebaran kepada masyarakat, kalau diluar sana banyak pelanggaran HAM yang terjadi, yang terexpose dan yang sengaja di buramkan dan di hilangkan oleh segelintir oknum dan media mainstream. Percuma dong selebaran itu ada. Yang lebih anehnya lagi, sudah jelas-jelas yang kita bicarakan sebelum turun kejalan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia, bukan cuman Pelanggaran Hak Asasi Punk. Eh tetap saja tidak sesuai konsep awal. Dan yang lebih ngerinya lagi, ada beberapa yang memaki-maki media mainstream, parahnya lagi, mereka menganggap jika punk sudah tunduk dan bekerja sama dengan media mainstream karena tidak berbuat apa-apa saat wartawan sibuk meliput. Dan lebih parah satu dari yang memaki media mainstream itu meminta maaf kepada wartawan yang sensitif, saya masih ingat orangnya dan masih hafal apa yang ia katakan pada wartawan “sorry bos hehe kita ini sama-sama jaki pelaku media” , what ur think? Fuck off!
Setelah sempat brifing dadakan, akhirnya kami melanjutkan jalan kaki menuju benteng Rotterdam. Dengan semangat yang full dan tenaga yang mulai terkuras. Tapi itu bukan masalah, kebersamaan dan rasa persaudaraanlah yang membawa kami hingga melanjutkan apa yang telah kita sepakati bersama untuk solidaritas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia dan Makassar tentunya.

Cuma ada yang lucu saat saya berjalan dibarisan belakang, ada seorang cowok dan dua orang cewek yang berbincang tepat didepan saya. Si cowok berkata seperti ini pada kedua cewek tersebut “anak pang not det ini semua di’, nda ada anak endang sokamti” dan cewekpun membalasnya dengan santai “io di’”. Akhirnya saya merasa lumayan segar, karena ada lelucon yang sangat primitif. Kalau kalian tidak tahu apa yang kalian jalankan, ada bagusnya jangan memakai attitude Punk, kasihan teman-teman saya yang selalu di cap bodoh dengan orang-orang yang bersekolah tinggi. 




Akhirnya kami melanjutkan perjalan sejauh 15 kilo meter, tapi itu bukan seberapa dibanding saudara saudari kami yang hak hidupnya di telanjangi, di injak-injak serta di anggap binatang oleh para pelaku bisnis, korporasi , pemilik modal, aparat serta petinggi Negara.

Sembari berjalan, ada beberapa dari kami yang sambil bernyanyi tentang bobroknya aparat dan hukum di Indonesia, ada yang membagi selebaran dan ada yang protes menggunakan pilox! Tetap kami berusaha untuk tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.

Sempat istrahat beberapa menit di samping karebosi, tepatnya di jalan R.A Kartini. Dan kembali melanjutkan hingga akhirnya sampai di titik tujuan, yaitu benteng Rotterdam di jalan penghibur, Makassar.



Ada yang langsung mencari tempat untuk bersandar, duduk untuk beristrahat lagi, ada juga yang mempersiapkan acara selanjutnya seperti membahas pelanggaran HAM di Indonesia, Teatrikal, music dan baca puisi. Hingga atas saran kawan kami, Yaya, akhirnya kami membuat lingkaran di depan benteng Rotterdam tanpa mengganggu yang ingin keluar masuk di dalam benteng tersebut. Dan yang terjadi diawal pembahas beda tipis dengan yang terjadi dibawah Flyover. Sudahlah, kita semua satu tujuan hanya saja cara kita masih berbeda. setelah beberapa kawan kita yang melontarkan amarah untuk pelanggaran HAM di Indonesia, langsung dilanjut baca puisi, orasi, musik, teatrikal yang mempertunjukkan betapa bodohnya hukum dalam menangani kasus HAM di Indonesia. Jadi jangan salahkan kami jika, kemarin, hari ini, esok dan selamanya kami akan tetap melawan untuk merebut hak kami yang telah tercuri oleh Negara kami sendiri. Akhirnya kawan kami, Aslam, menutup acara dengan membabi buta semua siklus parade Aparat, Korporasi, Agama dan Negara yang mengintimidasi rakyat kecil, yang menginjak-injak hak hidup orang lain, yang mencari keuntungan dari rakyat biasa, dan yang mengklaim dirinya pemimpin bumi. Kami tidak sedikit dan kami sangat berbahaya!
Terima kasih buat semua teman dari luar kota Makassar, dari bone, palopo, sidrap, maros, gowa dan dari manapun asalmu, kita satu maka kita kuat, rebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita!

KEBEBASAN HAK ASASI MANUSIA DI ATAS SEGALA-GALANYA DIBUMI INI…!!!

Kamis, 01 Desember 2011

"Ngawur" itu Kreatif

Kali ini mungkin terdengar seperti “curhat”. Tapi menurut saya, semua orang yang menulis itu juga curhat. Yah namanya juga “curahan hati”, tergantung bagaimana caranya kalian melakukannya. Kebanyakan mencari teman atau seseorang yang bisa diajak untuk saling berbagi, atau hanya melepas keluh kesah. Ada juga yang mulumpahkannya dengan cara memaki, teriak atau bernyanyi. Dan tidak sedikit yang menulis.

Saya selalu berfikir jikalau semua yang saya lihat, dengar dan rasakan adalah sebuah bentuk wujud yang serupa tapi tak sama. Hmm… saya seperti ngigau? Sudahlah. Yang saya lihat belum tentu bisa saya dengar, begitupula yang saya dengar belum tentu bisa saya rasakan. Sebuah wujud yang “serupa tapi tak sama”.
Kita dilahirkan lalu dimatikan dengan cara yang sama tidak masuk akalnya. Beberapa film yang selesai terdownload dan tertonton. Ada yang menikah, yang sarjana, yang kerja, yang tersesat, yang sesat, dan yang jatuh lalu bangun kemudian jatuh, bangun lagi, dan mati. Potongan tangan dan kakinya ditemukan beberapa hari kemudian tak jauh dari lokasi kejadian dalam koper yang berbeda. Anak itu mencintai ibunya tapi dimusuhi temannya. Kebanyakan polisi tidak bisa mempercayai apa yang telah ia lakukan setelah menembak kepala polisi yang lain, istrinya, anaknya, atau rentenir yang datang menagih. Teman saya selalu mengingatkan untuk tidak lagi menghisap rokok, tidak lama kamu akan sakit, sembuh, sakit, sembuh, lalu mati. Mahasiswa yang terkena panah saat tawuran dalam kampus mengalami pendarahan yang serius, tak ada ambulance yang berani masuk. Kamu menunggu saja disitu, jibril akan menjemputmu. Mahasiswi yang tengah sibuk mengurus skripsi mengalami kesulitan, dari judul, SK pembimbing hingga menyerahkan diri kepada sang dosen untuk disantap. Beberapa hari pun kehilangan kontrol terhadap akal sendiri, menyesal bukan jalan terbaik apalagi bunuh diri. Koruptor selalu bisa jadi bunglon, menempatkan diri pada situasi yang genting sekalipun adalah keahlian mereka, namun siapa sangka jika maut berkehendak lain. Nasib naas. Secerdas apapun dirimu kau hanyalah manusia yang tak luput dari kebodohan. Data tercecer, nama dan gambar wajah dimana-mana. Takut. Lalu Jantungan. Sanak sodarapun menangis. Beda dengan maling ayam, perampok bank atau teroris yang lebih tahan banting. Mereka memiliki keberanian yang lebih, menantang maut untuk memiliki apa yang mereka inginkan, sekalipun nyawa taruhannya. Kebanyakan melarikan diri saat tertangkap basah. Timah panas dalam tubuh. Bandar narkoba yang tertangkap, pemakai narkoba yang tabrakan, musisi yang ayan, pendeta yang terbakar setelah gerajanya dibakar oleh kelompok agamis radikal, pelaut yang tersapu ombak, petani yang sawahnya tak kunjung tumbuh akibat hujan derah kemudian hama menyerang dan anaknya butuh biaya sekolah kemudian istrinya yang terkena kanker rahim, selebriti mesum, tokoh agama yang cabul, SPBU yang meledak, dapur yang meledak akibat gas 3kg, rumah yang terbakar, tanah yang longsor, banjir bandang, gempa, tsunami, wabah penyakit, gedung rubuh, pesawat jatuh, kapal tenggelam…

Ini bukan cerita bagaimana saya, kau dan kalian akan meninggalkan rangkain berupa aksara. Meninggalkan sejuta warna dan menggantinya menjadi warna yang kembali dipilihkan. Ini juga bukan cerita dimana kita akan jatuh, sakit dan mati, atau bagaimana kita merasakan jatuh, sakit dan mati. Apa kau bisa merasakan mati? Intinya ini bukan cerita kematian.

Apa kau takut mati? Saya tidak ingin mati sebagai pahlawan, saya ingin mati sebagai penjahat super.

Sudah lumayan lama saya tidak menulis, saya cuma sedang iseng, karena penulis itu latihannya hanya menulis, jadi tidak ada salahnya jika saya ngawur! Tidak ada yang salahkan?

Tidak usah dipikirkan, apalagi kalian ingin menjawab. Dibawah santai saja. “hidup seperti diperkosa, jika kalian tidak mampu melawan, nikmati saja”

Sudahlah, saya semakin ngawur….

Selasa, 08 November 2011

R.I.P Indra Setiyo Utomo


Kita pernah tertawa, terluka, jatuh dan berdiri bersama dalam satu wadah mencurahkan emosi, dendam, cinta dan pemberontakan yang kau sebut The Hidrasi. Kau kan yang memilih nama itu? nama yang tak ada artinya sama sekali bagimu, bagiku dan bagi temanmu yang satu lagi. Tujuh tahun terlalu cepat terlewati, dan tak mungkin kau bisa melawan takdir.

Kita punya cerita dibalik hujan, didalam botol yang berkawan malam dan disetiap bait lagu yang tercipta olehmu, olehku dan oleh temanmu yang satu lagi. Hingga semuanya mulai berubah saat kau sibuk dengan papan skate-mu. Dan itu adalah attitude-mu.

Walaupun belakangan ini kita tak saling berbagi lagi, atau sudah saling memiliki wadah yang baru. Toh buktinya kita masih tetap saling mencari tahu satu sama lain. Terakhir kau menelvon seminggu lalu, saya lupa apa yang kau katakan, suaramu saat itu tidak jelas atau kau lagi dalam keadaan….? Entahlah...

Semua orang memang akan merasa sedih saat mengingat masa lalu. Mengenang masa lalu seakan memandang dari sebuah jendela kamar yang tertutup debu; kita bisa menatap sesuatu, tapi tidak dengan jelas kita memandangnya. Kita bisa menatap sesuatu, tapi tidak dengan jelas kita melihatnya.

Hidup itu memang menyedihkan dan serius. Kita dibiarkan memasuki dunia yang indah. Kita bertemu satu sama lain di bumi, saling menyapa dan berkelana. Bersama untuk sejenak, lalu kita saling kehilangan dan lenyap dengan cara yang sama mendadaknya dan sama tak masuk akalnya seperti ketika kita datang.

Sudahlah, apapun yang kutulis, kuingat dan kukenang tentangmu, itu semua tidak membuatmu bisa mengajakku lagi untuk nge-jam di studio. Tapi paling tidak aku bisa menjadikanmu “sejarah” bagi diriku sendiri!

Ayolah Indra, tersenyumlah untukku sedikit saja!



Ini terakhir kita main bersama 3 tahun lalu, dan terakhir mendengar dentuman stikmu yang asal-asalan, sok Travis sekali kamu! :P



Kau adalah salah satu teman terbaikku! Dan kecupan pertama dan terakhir di jidatmu, saat kau terkapar menjadi mayat di rumahmu di depan Ibumu. Miss You, Indra!

Minggu, 16 Oktober 2011

Six Month



Beberapa hari terakhir ini cahaya rembulan terlihat indah dengan langit gulita yang menggandeng bintang-bintang. Hanya sebentar bulir air dari atas sana membasahi bumi. Tempat kami bersama. Bercanda, tertawa, sedih, menangis dan bercanda hingga tertawa kembali. Seperti itulah cara kami menandai hari. Disini tak ada harapan, rumput di biarkan menjalar hingga ke ujung trotoar kota seberang, hijau basah lalu kuning mengering. Terbakar lalu terbang terbawa angin. Orang-orang sibuk mengurus tingkat kesejahtraannya, demi masa depan yang lebih baik. Orang-orang pusing memilih pakaian apa yang harus mereka gunakan untuk bertemu dengan sepotong jiwanya. Orang-orang sibuk mencari-cari potongan tubuhnya masing-masing.

Semua tempat telah penuh sesak, semua tempat telah penuh omong kosong. Tak ada yang dapat di percaya, bahkan diriku sendiri, yang menjalar hingga ke ujung trotoar kota seberang, kota yang hilang.

Aku tak butuh petunjuk apapun dan dari manapun, aku tak butuh siapapun dan berapapun itu untuk bisa bercanda lalu tertawa hingga mampu menandai hari. Aku adalah rumput yang tak kenal kata kalah dari sisi jalan manapun didunia ini. Hingga matahari membakar mata hati, aku tidak akan menguning di antara semak belukar.

Malam ini adalah enam bulan yang di paksa terbakar dan malam ini adalah “kekalahan terbaik”.

-jika berbohong itu indah, maka kejujuran di atas apapun harus di lenyapkan-

Minggu, 18 September 2011

Sore menanti ajal...

Sore melipur lara, sore yang marah…

Kipas angin berkecepatan maksimal. Tiga bungkus rokok, dua yang kosong satunya terisi setengah. Gelas kaca jumbo. Botol minuman satu liter. Headset yang baru terbeli. Dua lemari kayu besar, satu kecil dan satu lagi terbuat dari plastik. Kamar pecah. Panas.

Pintu terbuka seperempat.

“kau akan kalah! Hahaha”

“tambah 50 ribu?”

‘100 ribu!”

“oke”

Arena dari kardus berlantai karpet tua. Dua pahlawan dari kubu berbeda dan puluhan penonton. Berkumis lebat, sedang, dan baru bercukur. Tinggi. Hitam. Bau matahari. Knalpot resing lewat. Taji munusuk kepala lawan.

“pelan-pelan anjing!!”

Cecep yang kalah. Satu lagi yang mati. Kepala lebih dulu masuk kedalam karung. Di ikat lalu di buang di tempat sampah belakang rumah.

Kipas angin sudah sekarat, bagai leher terinjak truk. Asbak kaleng telah sesak puntung rokok. Bungkus yang berisi setengah kini jadi seperempat. Dan ada lagi yang terisi. Gelas kaca jumbo yang sedari tadi bening, kini berpendar menjadi merah gelap dan berembun. Srrupp. Segar.

Lelaki berkumis tebal, tegap, pekat dan bau matahari pulang menembus petang dengan senyum penuh semangat berserta rombongannya. Pahlawannya babak belur. Tapi ia membunuh. Menghasilkan dan tak sia-sia di rawat.

“ini untukmu”

“kok banyak begini?”

“sudah. Tidak usah banyak Tanya. Untung di kasi!”

“tapi ini dari mana?”

Pipi kanan membentuk telapak tangan berwarnah merah. Darah bercucuran. Bibir pecah. Lebam. Bulir air mengalir dari kedua bola mata perempuan yang ia kawini delapan bulan lalu. Istri ketiga.

“berhenti”

Perempuan kecil berkulit kuning langsat tertunduk. Telapak tangan kanan di pipi kiri. Menyembunyikan bekas luka. Namun ada yang mengintip keluar. Menatap sinis lelaki berkumis lebat yang duduk dikursi rotan yang berdenyit. Ingin menikam.

“kopi”

“kamu dengar”

“kopi… anjing!!”

Meja berkaca pecah. Asbak di ujung pintu, terbalik. Serpihan kaca menusuk telapak kaki dan hati. Tangis di dada. Tenggorokan bernanah. Garis-garis lurus berupa bukit meladak di ujung senja. Persetan delapan bulan lalu. Istri ketiga. Keempat dan seterusnya.

Satu lagi yang mati. Kepala lebih dulu masuk kedalam karung. Di ikat lalu di buang di tempat sampah belakang rumah.

Satu lagi yang mati. Dibalik besi karatan. Vonis jatuh. Penyesalan akhir cerita. Kepala terpisah. Di ikat lalu di buang di tempat sampah belakang rumah.

Ada lagi yang mati. Sore menanti ajal…


Sabtu, 17 September 2011

menelisik jarum di bibir pantai

Menelisik jarum di bibir pantai…



Rombongan camar telah mengarah kemari. Kami menyebutnya sunset telah kelabu dan petang pun mengiring langkah gadis kecil hingga disudut kamar yang tak teratur. Menatap ke langit kamar yang menembus langit gulita dari sela-sela lubang yang tak beratur pula.

Deburan ombak di halaman rumah yang beradu dengan suara kresek yang masih lumayan jelas dari tape tua berwarna hitam.

“la turung bosi ji pale’, ri ta’giling na alloa….”

Yeni dengan mata terpejam dan pendengaran yang tajam memalingkan tubuh ringkihnya kearah jam weaker yang bergambar lumba-lumba berharap suatu saat nanti bisa berteman dengan seekor mamalia laut yang bersahabat itu dengan dirinya.

Di pulau kecil yang penghuninya tak lebih dari 25 kepala keluarga ini tak ada satupun yang ingin mendekati yeni, selain ayahnya yang sudah tua dan batuk darah, dan ibunya yang mengalami gangguan jiwa karena kejadian 3 bulan lalu saat 2 anaknya ikut tenggelam bersama kapal yang mereka tumpangi. Tertelan laut. Dingin, gelap dan didasar sana sudah pasti basah.

Ibunya yang di pasung di ruang tengah terkadang teriak memanggil anaknya, mengutuk laut dan memaki siapa saja yang melintas depan rumahnya. Sedangkan yeni yang menderita penyakit kulit di sekitar wajah, tangan dan pundaknya hanya berharap datang seekor lumba-lumba yang menemaninya mencari kedua kakaknya didasar laut.

Rombongan camar telah melewati pulau ini, menuju laut. Dan yeni selalu berdoa untuk cama-camar itu, semoga mereka tidak tenggelam dengan hasil tangkapannya ditengah sana.

Tak ada tempat lain selain di depan rumah yang berhadapan bibir laut tempat yeni menikmati hidup.ia tidak berfikir untuk bisa sembuh dari penyakitnya, ia hanya meminta pada penguasa laut untuk mengembalikan kedua kakaknya dan perahu plastiknya. Perahu plastik yang dibuatkan olek kakaknya saat genap berusia 7 tahun.

Matanya mengarah ke laut, ibunya teriak tak jelas dan ayahnya. Yeni selalu menganggap ayah seekor lumba-lumba yang setia menemani ibunya yang sedang sakit. Selalu mengajak yeni berbicara walaupun yeni tak membalasnya dengan kata-kata hanya gerakan tubuh atau anggukan kepala, ayahnya tetap menjadi seekor lumba-lumba.

Ia tak berpendar, kakinya tenggelam kedalam pasir coklat, wajahnya memucat namun bibirnya tersenyum. Ia melihat segerombolan lumba-lumba melompat-lompat di tengah laut, seperti melintas dari arah timur ke barat. Namun ada dua ekor lumba-lumba yang berwarna coklat kepucatan mendekati yeni. Lumba-lumba itu seakan berbicara pada yeni, dan yeni seperti mengerti bahasa lumba-lumba itu.

“kesini yeni, kita bermain bersama”

“ia, tapi kita tunggu camar-camar lewat dan ajak juga bermain”

“camar-camar itu tidak akan lewat, ia telah bermain”

“tapi…”

“kesinilah yeni, kita bermain kapal-kapalan”

Yeni sangat senang bisa bermain kapal-kapalan dengan kedua lumba-lumba coklat pucat. Matanya yang kegirangan seakan telah menemukan apa yang sebenarnya ia cari. Dan puluhan tetangga yeni menyusuri laut, ada yang bernang, menyelam dan ayahnya yang tak kuasa menahan tangis.

Hingga tengah malam, tak ada hasil. Semuanya kembali kerumah masing-masing. Ayahnya mengambil boneka lumba-lumba yang ada di kamar yeni lalu mengikatnya di pinggulnya.

“bu!”

hanya itu yang ia katakan pada istrinya yang diam membisu, lalu menggendongnya sekuat tenaga dan berjalan kearah laut sembari berbisik di telinga istrinya.

“kita akan berkumpul bersama anak-anak kita lagi, bu!”

Camar pun telah berpulang….

Kamis, 08 September 2011

Jika “Newsletter” Haram Bagimu

Saya tidak menyalahkanmu jika “newsletter” haram bagimu, mungkin isi kepalamu sudah penuh sesak akan “miskin pemahaman” dan “dangkal logika”. Sejak parameter non-mainstream kau ukur dengan seberapa cepat kau modifikasi sepeda ala George King Barris.



Mengeluarkan statement itu mudah, bagai membalikkan telapak tangan. Namun mempertanggung jawabkannya bagai menelan Himalaya dalam hitungan detik! Kau, saya dan mereka sama inginnya terlihat paling hebat, paling jenius atau paling idiot sekalipun dalam ber-retorika menyambut liur yang telah mengering dan berkarat beberapa tahun lalu, beberapa bulan lalu, beberapa hari lalu atau yang parahnya beberapa jam lalu. Oh shit!



Meng-interpretasikan diri dengan pemahaman leninshit, marxshit atau holyshit sekalipun saya tidak perduli. Mengambil jalur “kekiri-kirian”, “kekanan-kanangan” atau “kekanak-kanakan” sekalipun saya tidak perduli tentang hidupmu yang melacurkan diri pada hasrat pembuluh terluar, ambisi pinggiran, bla bla bla…



Newsletter, Zine atau Selebaran yang biasa kita temui di tempat-tempat kolektif, di rumah-rumah info atau dari tangan ke tangan adalah satu bentuk perlawanan terhadap media mainstream yang berfikir seribu kali untuk memuat band-band bawah tanah yang tak layak jual baginya, yang tak layak di komsumsi baginya, yang tak layak di bicarakan baginya!

Maka dari itu, mereka yang terlebih dulu ada di dunia kolektif membuat sebuah wadah perlawanan terhadap media mainstream yang berwujud Newsletter, Zine atau Selebaran yang kau haramkan bagimu idiot pengendara sepeda ala George King Barris!



Yang jadi pertanyaan, seberapa luas “media” itu dalam idiologi dan idealisme-mu??



Hanya sebatas tulisan yang jumlah paragraf-nya tak mampu kau hitung dengan jari-jemari? media adalah sumber informasi, sebagai informasi sudah pasti membuat kita tahu apa yang belum kita ketahui sebelumnya. Yang membedakan media mainstream dan non-mainstream adalah bukan cuma di pabriknya, tapi cara produksinya juga. Media non-mainstream juga terbit suka-suka alias tidak berkala seperti media mainstream lakukan, berkala. tuntutan laku tidak laku bukan masalah bagi media non-mainstream dan ada juga media non-mainstream yang di gratiskan, tidak memiliki hak cipta, kalian ingin copy sebanyak yang kalian inginkan pun tidak jadi masalah. Atau kata teman ku “kalian mau sebut itu punyamu pun tidak jadi masalah”!



Tunggu, tunggu… hp itu apa? Facebook itu apa? Browsing itu apa? Ohh shit saya baru tahu kalo kalian, kalian, kalian yang anti-media dalam labirin ter-fatal pun masih meng-komsumsi media yang ingin kalian bumi hanguskan rata dengan tanah! Bagai bunglon yang menjilati isi dunia, melebihi psk yang mejajakan tubuhnya pada lelaki hidung belang, melampaui busuknya judas sekalipun! Cuihhh…!!!



Hp dengan merk apapun, facebook dengan pertemanan berapa pun dan browing tentang apapun, kalian yang meng-haramkan “Newsletter” adalah ambigu dengan tetek bengek sok pahlawan komunitas dengan kapasitas tai kucing yang berselubung dari rentetan jilat menjilat selangkangan mainstream!



“Kami memang akan kalah besok. Disingkirkan lusa. Dilenyapkan minggu depan. Terpuruk berulang setiap tahun. Dimakan habis kompromi di penghujung hari. Namun bukan hari ini. Mungkin belum, mungkin tak akan pernah. Yang pasti bukan hari ini. Kami masih punya hari ini untuk dihabiskan, sampai waktunya kami benar-benar lenyap.”



-Selamat datang di duniaku, wahai pengendara sepeda ala George King Barris-

Selasa, 23 Agustus 2011

cepatlah kembali, setan!


Matahari belum menampakkan keperkasaannya, embun yang sedari tadi menggenang kecil di tiap-tiap sudut jendela kaca, sadel motor yang terparkir dihalaman tak berpagar dan di tiap pasang sepatu bertali merah masih melekat dan berair. Nyanyian kecil burung gereja, sentuhan nakal nyamuk beranda dan rasa kantuk yang berani menembus pagi, membuat kudua indra pendengar saya tak sengaja mendengar tipis pertengkaran di luar sana. Entah dari mana asalnya, intinya pertengkaran tipis itu tak jauh dari tempat saya.

Beberapa lagu telah terputar di winamp, batang rokok pertama telah hampir diujung terbuang dan rasa kantuk yang berani menikmati pagi, membuat kedua indra penglihatan saya menyaksikan pertengkaran tipis tepat didepan saya. Mereka saling caci sambil memaki satu sama lain. tamparan bercampur liur berkecamuk lalu berbekas di pipi dan pelipis perempuan yang memiliki mata api. Sesekali mereka memandang saya, si lelaki yang mempunyai kepalan tangan besar menatap sinis dan si perempuan bermata api menatap dengan penuh tanya. Saya hanya terdiam, menambah volume winamp, lalu kembali membakar rokok dan anehnya, pertengkaran kecil itu makin jelas ditelinga dan makin mendekat di wajah saya.

Si lelaki dengan badan tegak dan mempunyai kepalan tangan besar itu makin bringas, kedua kakinya sudah ikut ambil bagian di wajah si perempuan bermata api lalu ia terpental beberapa meter ke sisi kiri. Monitor saya ikut bergeser ke sisi kiri.
Suara tangis pun mulai terdengar. Sedikit demi sedikit bola matanya mengeluarkan lahar sebesar jagung. Melelehkan kedua sisi hidungnya, lalu pipinya, pakaiannya dan monitor saya pun berasap. Beberapa detik kemudian, sisi hidungnya, pipinya, pakaianya dan monitor saya kembali seperti semula.

Perempuan bermata api sudah tak bergerak, terkapar disudut kiri monitor, berlumuran lahar dan berasap hitam. Si lelaki yang bringas itu pun bersandar di sisi kanan monitor dan menatap ke si perempuan bermata api, sesekali menatap keluar layar monitor.

Hening. Tak ada suara. Lagu yang saya putar dengan volume yang full-pun tak terdengar. Mungkin speaker saya sedang rusak atau apalah.

Tiba-tiba saja saya bertanya kepada lelaki bringas tersebut.

“apa yang kau lakukan pada perempuan itu?

Ia hanya menatap sinis sambil memainkan recycle bin yang ada dalam monitor. Saya pun makin penasaran dan kembali berani bertanya.

“kalian dari mana? Apa yang kalian lakukan dalam monitor saya?”

Lelaki bringas itu membalikkan badan lalu menelan recyle bin yang ada dalam monitor. Saya hanya terdiam dan tidak memindahkan arah mata saya kewajahnya. Lalu ia mendekat dan berkata.

“ia pantas mendapatkannya!”

“apa salahnya?”

“apa saya harus menjawabmu?”

“kalau kamu tidak keberatan”

Ia mengambil sesuatu dikantong bajunya, seperti kertas atau lebih mirip peta harta karung yang isinya hanya angka dan huruf yang tak beraturan.

“ini adalah data penting bangsa kami, dan perempuan sialan itu telah menelan sebagian data ini!”

Saya pun mengernyitkan dahi dan kembali bertanya.

“memangnya kalian bangsa apa?”

Lelaki bringas itu menyodorkan tangannya, seperti mengajak saya ke sesuatu tempat yang belum pernah terjamah oleh dewa ares sekali pun!

“kemana?”

“ke tempat dimana bangsa kalian bisa menjadi tuhan sekaligus setan”

Senyuman matahari sudah nampak dari luar jendela, beberapa bebek terdengar kelaparan dan ada yang sedang bersenang-senang di genangan air yang sama sekali tak dalam. Saya pun penasaran dan memberikan tangan saya kepada tangannya yang telah menunggu sedari tadi.

Dalam sekejap saya pun merasakan sesuatu yang beda, sesuatu dimana dan apapun itu bisa saya lakukan dengan mudah. Dimana identitas berubah-ubah, dari nama yang super panjang sampai tempat tinggal yang tak bertanah. Dimana pun kalian ingin hidup, di negara mana pun, di kota mana pun. Kisah romantis, sumpah serapah hingga perselingkuhan membanjiri tempat ini.

Perempuan bermata api itu pun di bawah beberapa algojo yang menyerupai “police cyber”, entah di bawah kemana. Lalu lelaki yang mempunyai kepalan tangan besar ini tiba-tiba saja menjadi tua, memakai tongkat dan berjalan bungkuk. Lalu berkata.

“baterei saya lemah”

Saya tidak mengerti apa yang ia maksud, mata saya berseliwerang kemana-mana mencari lelaki yang memiliki kepalan tangan besar itu. Dan lelaki tua itu kembali berkata.

“saya lelaki yang membawamu kesini, sebentar juga kau akan mengerti”

Dan benar. Beberapa menit kemudian, lelaki tua tersebut berubah sedikit demi sedikit seperti saat pertama saya melihatnya. Berbadan kekar dan memiliki kepalan tangan besar. Lalu ia kembali mengajak ku berjalan-jalan.

“ini adalah ‘wajah buku’ dan tempat terpopuler saat ini. Perempuan bermata api tadi mengganggu ketentraman masyarakat zynga. Ia adalah salah satu pencuri di tempat ini!”

“lalu perempuan bermata api itu dibawah kemana?”

“ia sudah di hukum permanent!”

Tiba-tiba lelaki bringas tersebut menunjuk ke arah belakang saya, dan berkata.

“itu adalah tuhan di daerah ini, ia yang menciptakan tempat ini”

“itukan mark zuckerberg?”

Lelaki bringas itu hanya melempar senyum dan kembali mengajak saya berjalan. Beberapa kali saya memperhatikan dari tempat ke tempat, dari daerah ke daerah, semuanya terasa dekat. Antara sejarah dan masa depan, antara bumi dan langit, surga dan neraka, venus dan uranus hingga bumi dan mantan planet pluto.

Akhirnya saya menemukan diri saya yang sedang tertidur pulas di salah satu kursi panjang di taman “wajah buku”. Saya mencoba membangunkannya, tapi tetap, ia tak bangun dari tidurnya. Dan lelaki bringas itu kembali berkata.

“ia tidak akan bangun, ia sedang bermimpi buruk. kebanyakan yang tidur disini, akan mengalami mimpi buruk. Lagian, tidak ada yang bisa bangun sebelum memberikan alamat pribadi beserta sandi-nya”

“apa semua seperti itu saat tertidur?”

“tidak! Tapi mereka yang menjadikan ini dunianya akan kembali dalam kurung waktu yang tidak lama. Paling lambat sejam”

“apa mereka yang seperti itu bisa terhitung?”

“butuh waktu untuk mendatanya, apa kamu bagian dari mereka?”

“kembalikan saya ketempat semula, saya ingin tidur dan bangun disiang hari untuk bertemu pacar saya yang akan berangkat ke palopo hari ini!”

Kamis, 18 Agustus 2011

Tidak Selamanya Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu




Sama dengan doa, tidak selamanya doa seorang ibu lebih manjur daripada doa-doa yang lain.

Terkadang hidup seperti lelucon para pelawak masa kini, menyedihkan dan sangat serius atau terkadang hidup lebih aneh dari fiksi sekalipun. Jika manusia bisa memilih hidupnya masing-masing, bisa dipastikan konsep surga dan neraka tidak akan efektif lagi sesuai isi al-kitab yang ada. Saya sendiri tidak begitu perduli dengan surga dan neraka!

Malam itu, dimana semuanya berubah menjadi bara api yang makin lama makin membara, tak ada hujan, hanya gemercik kesedihan melihatnya bergandeng tangan dengan seorang pemilik wajah dari balik awan mendung dimalam hari. Tak ada yang setia, semuanya begitu absurd.

Malam itu aku berteman dengan kesunyian, berselimut kesedihan, bermata marah saat melihatnya dari arah belakang. Beberapa kali aku bercinta dengan rumah dan ia bercinta dengan pemilik wajah dari balik awan mendung. Ia memilih hidup seperti binatang, meninggalkan anaknya setelah tidak menyusu lagi atau si anak sudah bisa membaca situasi dalam rumah, atau apalah namanya, intinya saya bukan anak yang kau pungut lalu di beri roti dan susu setiap pagi dan malam hingga sebesar ini dan merasa seperti alien dirumah sendiri.
Kini semuanya telah usai, kau memilih hidup seperti binatang dan aku memilih hidup seperti ini yang kau anggap, sampah, gembel, dan tak karuan. Tapi paling tidak, sampah, gembel dan tak karuan itu bisa menjagaku dan menyanyangiku lebih dari kau, yang melahirkanku!

Sekarang saya tidak akan berlutut memohon maaf di telapak kakimu yang konon katanya ada surga dibawahnya, cuihh.
Tapi tenanglah, dalam hatiku tidak ada namanya mantan ibu. Semoga kau mengerti apa yang kurasakan! :)

Aku akan pergi kedunia yang anak-anaknya lahir dari dalam akar batu, ber-ibukan pelangi, tak menyusu dan tak belajar menjadi binatang. Dimana setiap jalanan adalah surga dan teman adalah malaikat. Aku akan bahagia tanpa atap rumah yang pernah kau tawarkan dan akan senang berada diantara berandalan berambut Mohawk!

*dari seorang teman yang berjenis kelamin perempuan dengan rambut mohawknya yang berteman dengan putra angin! katanya, "ini untuk ibu yang berani melahirkan seribu bayi"

Kamis, 26 Mei 2011

malaikat melukis iblis

kuas kemarin kini kecewa dan patah dengan sendirinya. cat minyak memudar dan kehilangan partikel-partikel pigmennya sendiri. palet tak mampu lagi menampung dan mengemix warna cat minyak dengan rasa percaya diri. dan kanvas bergetar kencang, memudar seperti kehilangan darah.

malaikat itu penuh garis senyum manufaktur, bagai angin yang menghanyutkan untuk terlelap dalam mimpi indah dan dalam sekejap mampu memporak-porandakan apapun yang dilewatinya!

garis demi garis telah mewarnai kanvas yang memudar diatas easel, sekali-kali ia bersiul atau menatap dengan teliti garis yang dibuatnya. meneliti ulang dengan seksama sehingga tidak tampak oleh yang lain jika garis itu adalah garis manufaktur yang sengaja disimpan rapi dibalik kedua sayap putihnya!

warna hitam dan merah telah berpendar pada kanvas yang semakin membentuk sebuah wajah, wajah yang menyerupai mimpi buruk di siang hari. wajah yang menyeramkan saat kau membalikkan badanmu. ia sangat nyata, melebihi mimpi burukmu disiang hari!

ditangan kanannya ada kuas yang berlumuran cat minyak berwarna merah dan ditangan kirinya ada kertas bertuliskan namamu, tanda sayangnya padamu dalam waktu yang singkat.

gambar yang di inginkannya telah selesai, ia sangat senang, namamu ada di sisi kiri bawah bagian kanvas tersebut dan senyum manufakturnya makin jelas, semakin lama semakin jelas dan kini kau bagai mayat berselimut kegelisahan didalam kamar sempit yang gelap.

malaikatmu telah menjadikanmu marionette, siboneka kayu yang dimainkan oleh tali. melukis wajahmu dengan senyum manufaktur, menyimpanmu di tempat yang jauh.
malaikatmu kini telah menciptakan romantisme ilegal dengan monyet baru yang akan dilukis dikanvas dengan warna hitam dan merah. dan malaikatmu sangat senang melukis iblis!

terkadang MANUSIA MENYERUPAI MALAIKAT MELUKIS IBLIS!!!

Kamis, 19 Mei 2011

dilema gelas kaca

Bulir-demi bulir air yang jatuh dari langit membasahi lari kecilku , nafasku mengikuti irama detak jantungku, seakan-akan tidak ingin kalah pleh bulir air yang jatuh dari langit. Dengan cepat semuanya menjadi basah. Aku tidak ingin berteduh, aku bersyukur masih bisa menikmati bulir hujan ini, aku takut jika beberapa menit lagi aku tidak bisa merasakanya lagi. Maka kupuaskan diriku untuk bersenang-senang dengannya.
Lorong kecil menuju rumahku sudah tergenang air berwarna coklat sebatas mata kaki orang dewasa, ini sudah seperti kekasih hati yang dating berkunjung setelah musim kemarau.
Sudah tergambar jelas di khayalanku tentang isi rumahku, tentang air yang bertamu tanpa diundang kerumahku, tentang isi rumahku dan air yang merusak lemari bajuku yang terbuat dari sisa-sisa kardus, tentang keringat ibu yang jatuh bercampur air, tentang kedinginan yang menusuk tulang ibu, tentang kekuatan dan kesabaran ibu melawan itu semua.
Lariku semakin kenang, detak jantungku semakin cepat dan tak kuhiraukan lagi nafasku seperti apa.
Bulir hujan tak ingin kalah seperti mengikuti lariku. Cepat, semakin cepat dan makin deras.yang terlintas dibalik deras bulir hujan itu hanya baying dan wajah ibu. ibu yang tengah melawan cobaan alam dengan sendirinya setelah ditinggal pergi ayah tujuh tahun yang lalu saat saat usiaku menginjak sepuluh bulan, itu kata ibu jika sedang melihat pajangan photo ayah di potongan cermin yang sudah retak.
Aku hanya tinggal berdua dengan ibu dirumah kontrakan yang kecil dan termasuk pemukiman kumuh disudut kota. Perbualan ibu harus membayar tiga ratus ribu rupiah kepada sang pemilik rumah. Mencuci dan menyetrika pakaian dari rumah kerumah adalah cara ibu melawan hidup yang mengcekik dan ingin membunuh secara perlahan.

Sampailah aku didepan rumah yang tak berpagar, dinding dari kayu yang sudah termakan usia dan hampir mengalah melawan lumut yang dibuat air melunturkan warna aslinya.
“Kenapa pulang lebih awal, nak?”
“Dipasar lagi sunyi ibu, tapi lumayan ada dua puluh ribuan yang aku dapat ibu.”
“Bersyukurlah nak, tuhan masih saying pada kita!”
Aku hanya melempar senyum pada ibu dan segera membantu membersihkan istanaku ini.
Sesaat setelah hujan,aku menatap larik langit ada snj menjelang petang. Tidak ada pelangi, tak ada warn warni di langit lalu malam pun tiba.
Ibu tertidur sekarang, lelap tapi tak lembut, dan tak serupa rumput jepang yang di selimuti angin di antara hangat malam pekarangan depan rumah mewah yang di penuhi lampu taman.
“jangan menatapku seperti itu, nak”
“adadakah itu yang melintas di kepala ibu saat ini?”
“ibu tidak memilik kecanggihan telepati seperti itu, nak”
“mungkinkah itu yang akan ibu katakan andai iya tahu apa yang kupikirkan saat aku menatapya sekarang?”
“apakah yang tengah terjadi di dunia tidurmu ibu, bisakah aku tahu?”
Paduan suara katak dan jangkrik di malam yang penuh lelah mengantarkanku ke dunia mimpi, kedunia yang kadang membuatku seperti seorang raja yang di kagumi dan di saying oleh masyarakatnya. Tapi kadang jga membuat jantungku seperti berhenti bekerja, melihat sosok perempuan yang sangat ku idolakan menggunakan gaun putih seperti putrid dari istana langit namun tangannya tak bisa kusentuh, keningnya tak mampu ku kecup hanya melihat dia tersenyum manis mlambaikan tangan lalu hilang terbawa angin.

Pagi ini seperti biasa, ibu telah beranjak sedari tadi menuju rumah seseorang untuk melakukan apa yang menurutnya harus di lakukan apa yang menurutnya harus di lakukan agar tetap bertahan hidup. Aku pun bergegas menuju pasar menjalankan rutinitas melawan hidup, membantu orang-orang yang membutuhkan tenagaku dan tentu saja di balas dengan upah. Tenaga dan keringatku terkadang dihargai seribu perak atau jika malikat sedang memandangku lalu kasihan padaku aku bisa dapat lebih sekali mengangkat barang seseorang. Tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di tujuanku, dimana aku bertukar antara tenaga dan imbalan , keringat dengan upah dan senyuman yang terbalas caci pedagang dan maki buruh pasar lainnya yan lebih besar, lebih hitam dan terlihat sangat kasar.
“danar, sini bantu aku”
Suara terdengar kecil di telinga kananku, tapi tidak asing. Satu-satunya temanku di pasar ini. Anggi gadis yang lugu dan selalu berbagi suka maupun duka, ia juga sudah tidak punya ayah dan punya seorang kakak yang lumpuh sejak lahir.

Dibawa kemana anggi?
Parkiran, ikuti ibu itu.
Bibir kecilnya yang manis menunjuk kearah seorang ibu yang berjalan didepannya.
Tak lama kemudian, tibalah kami d depan sedan mewah berwarna hitam . ibu itu menyuruh kami meletakkan di bagian belakang, setelah membukakan pintu belakang.
“ini nak, digunakan sabaik-baiknya yah”
Ibu itu memberikan kami lima lembar uang yang bergambar sulta Mahmud badaruddin II dan rumah limas.
“apa ini tidak terlalu banyak, ibu?”
Ibu itu hanya tersenyum kecil sambil mengelus rambut kami yang bau terik matahari.
“terima kasih yah nak, sudah membantu ibu”
Tetap dengan senyum kecilnya yang semakin lembut.
“iya ibu, sama-sama”
Aku dan anggi serentak menjawabnya.
Sedan mewah berwarna hitam itupun berlalu, dan kami kembali berjalan ke dalam pasar sambil cengar-cengir kegirangan kecil.
***
Hari ini pasar sungguh ramai, penuh sesak keringat dan suara lantang tentang harga barang yang murah dan terjangkau. Maklum hari libur, banyak orang-orang yang meluangkan waktunya berbelanja ini itu untuk keperluan isi dapur dan lain-lainnya.
Aku dan anggi pun sudah tak menghitung berapa orang yang telah dibantu mengangkat barang bawaanya, hingga sebagian baju kami basah oleh keringat.
Lelah, letih dan lemas sudah sering menjadi kekasih kami di sore hari, namun ini berbeda dengan hari biasanya . sungguh sangat melelahkan, kusandarkan tubuh kecilku pada tumpukan kardus berisi sampah kering dan anggi berada di sampingku melakukan hal yang sama.
Beberapa pedagang sudah membereskan dagangannya, pasar sudah tidk lagi sesak, sampah-sampah pun sudah hampir berkumpul ditempatnya, kamipun beranjak dari sandaran kardus sampah yang lumayan nyaman saat itu.
Sebentar lagi malam. Matahari digenggamannya telah ia pindahkan dari jantung langit diatas kita, ia sematkan lagi pada pojokan lain disisi langit di seberang bumi tempat kita berada.
Akhirnya pertigaan ini memisahkan kami dan kembali berjumpa esok hari dengan semangat baru yang lebih cerah.
Aku pun bergegas menuju rumahku, ingin segera bertelanjang lalu menyirami tubuh kecilku dengan air, melepas semua gerah yang melekat bersama debu dikulitku.

“ibu, aku pulang”
“ibu…!”
“ibuuu…!”
Sudah kali ketiganya teriakan kecil keluar dari tenggorokanku sambil mengetuk pintu tanpa ada balasan.
“apa ibu belum pulang?, biasanya sudah lebih dulu tiba daripada aku” gumamku dalam hati.
Cahaya rembulan telah menyinari langit malam, baju yang basah telah kering di tubuhku. Dua jam telah berlalu dan perasaan telah pekat akan keganjilan malam ini. Ibu belum pulang. Tak terasa aku tertidur lelap bersandarkan pintu rumah yang tertutup rapat dan basah terkelupas. Binatang kecil penghisap darah yang sungguh tak lucu ini seperti berpesta ditubuh kusutku dan bernyanyi riang di sekitar telingaku.

Kurasakan hangat diluar tubuhku, sepertinya angin tidak menusuk dan ingin mematahkan tulangku lagi. Binatang kecil yang tidak lucu itu berhenti berpesta dan bernyanyi disekitar telingaku. Berselimut kusam didalam kelambu kusut, hangat peluk ibu menyadarkanku dari kelelahan.
Pagi kembali terulang seperti kemarin, ibu sudah beranjak sedarai tadi dan aku sudah berada diantara kerumunan manusia bersama teman baikku.
Ada yang aneh, kerumunan manusia ini berlarian seperti ada sesuatu yang telah terjadi. Hawa panas semakin terasa, hampir semuanya pucat, wajah tak berdarah. Ternyata benar, sebelum matahari memperlihatkan dirinya, pasar ini sebagian telah menjadi abu dan sebagian lagi masih berpelukan mesra dengan si jago merah. Tak tahu apa penyebab pastinya hingga setiap sudut pasar ini hampir rata dengan tanah. Setelah 13 jam kemudian si jago merah telah puas berpesta, pasar telah rata, setiap sudut menjadi abu, hawa panas dimana-mana.
Tapi itu sekitar 20 tahun yang lalu. Jauh sebelum ibu meninggal akibat terjatuh dari tangga rumah dimana ia bekerja. Sekarang aku berdiri tepat dimakam anggi, gadis yang selalu membuatku tertawa, bahagia dan senang. Gadis yang kuimpikan ingin kunikahi setelah berpacaran selama 5 tahun. Tapi sayang ia pergi mendahuluiku setelah tertabrak sedan hitam yang dikendarai oleh seseorang yang melaju terburu-buru dan melarikan diri tanpa jejak. Seperti tertelan gelap malam. Aku masih berdiri dan meratap nisan dengan namamu, kenapa ada meteor meluncur cepat menghancurkan hatiku? Membuncahkan sedih dan lara tak terhingga yang membuatku merasa kosong berkepanjangan. Benarkah itu Cuma dampak dari rasa bersalah? Ataukah memang aku merasa.
Kini aku tahu bagaimana rasanya kesepian dan hampir mati. Karena tak seorangpun yang memahamiku bahkan diriku sendiri. “aku sangat rindu padamu. Aku sangat menginginkan tubuhmu”. Ucapku didepan bingkai photo kita.

Sabtu, 14 Mei 2011

hujan kupu-kupu


Beberapa kupu-kupu tiba-tiba muncul begitu saja. Didalam kamarku yang berwarna remang. Berkeliaran dibawah langit-langit kamarku. Berhamburan seperti mencari sesuatu yang sangat penting.


Ada yang memancarkan warna terang dengan senyum optimis dan tak ada satupun yang berwajah pesimis. Gitar spanyol yang sudah termakan usia tak sengaja terpetik dipangkuanku dan mengeluarkan kupu-kupu, yah kupu-kupu, bukan dentingan suara merdu atau fals.
Mataku terbelalak, mulutku menganga dan dahiku mengernyit dengan kencang hingga membuat garis tebal yang timbul disekitarnya. Pipiku memerah.

Seperti air, Tanganku mengalir. Mencoba menyentuhnya. Mereka tersipu malu, lalu menciptakan warna yang lebih terang dari sebelumnya. Dengan cepat kumatikan lampu kamar dan kembali memetik gitar yang termakan usia. kupetik, kupetik dan kupetik hingga mengeluarkan kupu-kupu yang lebih banyak lagi. Bedanya, kini dengan wajah yang tak sama dan bisa mengeluarkan suara yang sangat merdu. Seperti Mike Ness yang sedang bernyanyi didalam botol bir.

Tak ada yang menempel didinding, mereka seperti menari diatas kepalaku. Bagaikan pesta kembang api yang tak ingin berhenti menghiasi langit malam.


Tanganku telah berdarah karena tak berhenti memetik gitar spanyol hingga memutuskan tiga senar sekaligus, membuat lantai kamarku berlumuran darah. Semakin kupetik semakin berdarah. ha! mataku juga berdarah, perasaan sialan berdarah, kipas angin itu juga ikut berdarah. biarkan saja, biarkan semuanya berdarah, aku tidak butuh mereka yang berdarah. yah! aku nekrofil payah yang dilanda asmara, sialan! apa kau percaya padaku? hey kamar tengah kau mendengarku? sialan kau pura-pura tuli rupanya. kau juga akan kubuat kehabisan darah!
Kupu-kupu itu masih berhamburan dibawah langit-langit kamar, mereka juga mengeluarkan darah dan terlihat seperti hujan darah didalam kamarku. Semuanya menjadi merah, dan itu sangat menyenangkan bagiku.

Tiba-tiba aku tersadar telah berada di sarang beruang dan sedang terjadi hujan kupu-kupu.

Sabtu, 07 Mei 2011

Send All...


entah apa yang membuat saya tidak ingin seperti kebanyakan temanku dalam menggunakan telepon selular, mengirim pesan kebanyak nomor yang sama sekali tidak lucu apalagi ingin disebut keren. WTF!!!
namun sering kali keinginan untuk seperti itu juga datang kala merasa kesepian atau apalah menurutmu. manusia memang tidak ada yang sempurna.
ok, beberapa pesan singkat yang tidak sempat terkirim kebanyak nomor, hanya satu nomor saja, yaitu...0852422824xx. :)

"sang pemulung tengah diterpa rasa gelisah yang mengajaknya membuat neraka bagi dirinya sendiri. cuman ia tidak tahu harus mulai darimana. sedangkan ranting pohon kering dan arwah gentanyangan disekitar rumahnya kini enggan berteman dengannya. masalah demi masalah mulai menghadap kelangit, tempat dimana para dewa dewi bercanda gurau melihat manusia sibuk dengan ketidakpastian dan ketidakpedulian"

*akutidakgila*

"merah yang mengajak bernyanyi kini telah biru, dimana semua tak ingin dihantui rasa bersalah. ada apa dengan merah dan kenapa dengan si biru? adakah hijau yang merasa sendiri dan ditinggalkan akan mempunyai suara merdu dimana kala ia masih berwarna merah? sepertinya pelangi telah meledak dikepala si hitam, dan aku yang merangkul semua warna telah bercanda didalam tenggorokan bernanah!!!"

*akutidakgila*

"saya sudah lupa cara menggaet atensi malaikat patah sayap untuk mengajaknya memasuki ruangan kelas satu makam ter-kramat dibumi ini. hanya saja wajah-wajah lilin itu tidak meleleh termakan api, kaki dan tangan patung itu membuat api unggung disekitaran istana setan. dimana para tukang jagal yang tengah patroli malam ini? apa ia kehabisan akal membujuk kekasihnya tersayang?"

*akutidakgila*

"awan. kamu punya teman yang bernama ismeralda kan? dia sepupu angin. tolong tanyakan kalau putra angin sedang galau! pemicunya biasa, kelebihan gelisah saat tubuhnya merengek untuk berpindah tempat sejenak!"

*akutidakgila*

"yes!!! saya dan sahabatku 'sikamar tengah'berhasil membuat lautan! saya dan sahabatku 'si kamar tengah'membuat lautan didalam tubuh 'sikamar tengah'! lautan luas yang menyerupai 'samudera' terbentang persegi empat. dan lautan berwarna indah itu membentuk wajah kekasihku! yah! wajahmu 'autis'!"

*akutidakgila*

"dan tentang harga mati yang ditawarkan si penenun tadi akan saya lawan! curi kain yang telah jadi milikku. karena kamu adalah milikku, maka kamu akan 'mati' ditanganku! 'mati' dengan luka cium disekujur tubuh!"

*akutidakgila*

"kata siperamal tarot sambil memainkan kartu tarotnya 'kamu telah mati, telah lama mati. oleh sebab itu kamu tidak mempunyai perasaan menggigil ketika jatuh kedalam frezzer. kamu tidak seperti arwah-arwah yang lain. kamu bukan dari ras kami. kamu sejenis alien. alien dari jupiter, alien ras vega'. saya tersenyum dengan garis manufaktur dan pergi kebumi!"

*akutidakgila*

"jika aku gitar, aku ingin fals. aku tidak ingin dimainkan oleh orang lain. aku hanya ingin dimainkan oleh, yang tidak bisa stem gitar. hanya dimainkan olehmu dengan merdu walau fals. dimainkan oleh, 'autis'."

*akutidakgila*


saya lebay? fuck! manusia hanya bisa menilai dan menilai, cermin dalam kamarmu tidak berfungsi!!! kita samakan? sama busuknya!!!

Pelangi Berwarna Hitam

beberapa kali suara kipas angin pecah, bagai runtuhan gedung berbintang lima atau bom bunuh diri didalam tempat ibadah.
jantungku telah berpindah ketubuh yang lain, namun jari-jemariku masih lincah bersenggama dengan huruf-huruh yang dijadikannya kalimat bunuh diri.
air mata telah membasuh pipi dan setiap lekuk garis wajah perempuan di seberang sana. perempuan heroik yang dipaksa menjadi sosok feminisme ugal-ugalan telah berubah menjadi pelangi berwarna hitam. walaupun pelangi ter-reduksi menjadi dua warna : merah dan hitam, kita tetap bukan siapa-siapa. sekalipun pelangi ter-reduksi menjadi warna hitam saja, tetap! kita bukan siapa-siapa!

saya makin yakin, kalau tidak ada manusia yang bisa menahan nafsu dari godaan yang menjanjikan tanah surga dimuka bumi ini. sekalipun, sedari kecilmu di didik oleh ajaran agama darimana pun atau agama apapun!

apa kalian tersinggung? yah! tersinggung saja! asal jangan mem-vonis saya KAFIR!
kalian cuma manusia yang tidak punya apa-apa, sama seperti saya.



kipas angin itu masih bersuara, namun sudah seperti tangis kecil yang malu-malu. perempuan heroik yang di paksa menjadi feminisme ugal-ugalan kini sudah tersenyum dan tertidur lelah dengan mata bengkak. jantungku pun telah kembali ketempatnya semula. dan tidak lama kemudian, beberapa meteor menghantam atap rumahku, menghancurkan kamarku rata dengan tanah, membuat lubang sebesar balon udara. tidak ada yang tersisa, tubuhku berserakan, kepalaku bergelinding menghindar, organ yang lain sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing. hanya jari-jemariku yang masih lincah bersenggama dengan huruf-huruf yang dijadikannya kalimat bunuh diri.

Jumat, 29 April 2011

horror is beautifull in tana toraja...


mereka berdua yang pertama menyambut kalian sebelum melangkah masuk...



wajah-wajah yang dirindukan akan dikenang membatu...



broken skull and broken cigarette ??? hmm...




romeo n juliet versi rantepao ( na bilang orang )...




hayuk coba tebak, siapa namanya?




sehidup semati dan cinta kadang merepotkan...



pintu masuk, tenang penjaganya lagi liburan :D




sepertinya tulang kepala perempuan. tidak percaya? tanya sendiri dan jangan lari..




ini bukan presiden ke2 kalian :p




cocok buat sampul album atau disign baju :D



keluarga besar adalah keluarga yang saling berdekatan...



kurang kafein :D





siapapun orang tua kalian, apapun keyakinan kalian dan berapa pun kekayaan kalian, semua akan jadi tulang dan mayat yang tak akan bisa berbuat apa-apa didalam tanah, keranda atau peti yang akan di tinggalkan dan terlupakan oleh waktu... don't pray for blablabla, but pray for ur self...

Senin, 11 April 2011

tenang, senang dan menang.


tikus tanah dan cacing berkepala merah akan mematahkan persepsi hujan dan matahari, tentang kelembutan yang deras dan tatapan yang garang. tak ada bunga mawar, puisi ujung langit dan kesopanan yang membosankan. 'kami' akan indah tanpa malaikat dan tanah 'surga' yang menjanjikan!

my fucking angel


diantara daun yang gugur, hembusan angin yang terasa panas dan rumput mati yang berhenti bergoyang. kita tetap bersama dalam kesenangan abadi! pedang karatan, perisai curian dan topeng kemunafikan. tidak akan pernah bisa merubah warna senyum yang pernah kau rasakan dimana saat kau masih memiliki sayap.

Perempuan Semester Delapan Di Kampus Neraka



"menolak untuk tidak sama (paling tidak beda) dengan kebanyakan perempuan lain yang menjadi korban majalah, fesyen, televisi dan moderenitas kota"

aku tidak suka menyebutnya malaikat bersayap emas, peri hijau ditaman surga atau apalah yang mampu mengeluarkan cahaya terang dari dalam tubuhnya!

ia adalah perempuan yang membelakangi potret kota untuk tidak terjerat dengan moderenitas dan pemaksaan untuk terlihat keren. perempuan 'autis' yang gemar membaca tanpa harus membeli buku yang ia senangi, perempuan 'autis' dengan kadar kafein yang berlebihan sangat menyukai tatapan matahari yang menatap garang, dan perempuan 'autis' dengan insomnia kambuhannya memiliki daya ingat yang mampu menusukmu dari arah manapun sambil membisikkan ditelingamu 'kamu kalah satu langkah'.

seperti itulah gambaran saat 'autis' sedang tertidur dibawah kolong lemari bajunya atau berjalan lenggak lenggok seperti bebek klasik di awal tahun 90'an.

dan aku terjebak diantara canda tawa Perempuan Semester Delapan Di Kampus Neraka!!!

Rabu, 09 Maret 2011

katalog perempuan berselimut pelangi

warna lipstik, eyeliner dan maskara yang tak pernah berkunjung diwajah kalian mampu membuat alien tak sadarkan diri jika mereka datang dari planet yang belum ditemukan para origins. 'kamu', 'kamu', 'kamu' adalah perempuan yang baik kepada 'kami'.

ada yang menempelkan tubuhnya pada 'revolusioner', menjunjung tinggi kesetaraan dan memiliki perilaku menyimpang. ada yang mampu merajut tubuhnya dengan tinta, menempelkan mata kirinya pada pergelangan tangan kirinya yang saya yakini mampu melihat hari esok setelah menelan daun salam dan mencuri malaikat yang tengah bekerja dimalam hari lalu merajutnya di balik leher. ada yang mencintai penyakit anak di bawah umur, seperti anak tk yang kehilangan balon. mampu menjinakkan keganjilan para autis yang tumbuh gembira penuh semangat untuk hidup setara dengan spesies lainnya.



'kami' yang tengah menikmati 'insomnia' dari tumpukan warna pelangi akan menanti datangnya fajar, seiring malaikat yang membawa jutaan mawar hitam dan menyalakan lilin tua di antara sayap-sayapnya.