Kamis, 01 Desember 2011

"Ngawur" itu Kreatif

Kali ini mungkin terdengar seperti “curhat”. Tapi menurut saya, semua orang yang menulis itu juga curhat. Yah namanya juga “curahan hati”, tergantung bagaimana caranya kalian melakukannya. Kebanyakan mencari teman atau seseorang yang bisa diajak untuk saling berbagi, atau hanya melepas keluh kesah. Ada juga yang mulumpahkannya dengan cara memaki, teriak atau bernyanyi. Dan tidak sedikit yang menulis.

Saya selalu berfikir jikalau semua yang saya lihat, dengar dan rasakan adalah sebuah bentuk wujud yang serupa tapi tak sama. Hmm… saya seperti ngigau? Sudahlah. Yang saya lihat belum tentu bisa saya dengar, begitupula yang saya dengar belum tentu bisa saya rasakan. Sebuah wujud yang “serupa tapi tak sama”.
Kita dilahirkan lalu dimatikan dengan cara yang sama tidak masuk akalnya. Beberapa film yang selesai terdownload dan tertonton. Ada yang menikah, yang sarjana, yang kerja, yang tersesat, yang sesat, dan yang jatuh lalu bangun kemudian jatuh, bangun lagi, dan mati. Potongan tangan dan kakinya ditemukan beberapa hari kemudian tak jauh dari lokasi kejadian dalam koper yang berbeda. Anak itu mencintai ibunya tapi dimusuhi temannya. Kebanyakan polisi tidak bisa mempercayai apa yang telah ia lakukan setelah menembak kepala polisi yang lain, istrinya, anaknya, atau rentenir yang datang menagih. Teman saya selalu mengingatkan untuk tidak lagi menghisap rokok, tidak lama kamu akan sakit, sembuh, sakit, sembuh, lalu mati. Mahasiswa yang terkena panah saat tawuran dalam kampus mengalami pendarahan yang serius, tak ada ambulance yang berani masuk. Kamu menunggu saja disitu, jibril akan menjemputmu. Mahasiswi yang tengah sibuk mengurus skripsi mengalami kesulitan, dari judul, SK pembimbing hingga menyerahkan diri kepada sang dosen untuk disantap. Beberapa hari pun kehilangan kontrol terhadap akal sendiri, menyesal bukan jalan terbaik apalagi bunuh diri. Koruptor selalu bisa jadi bunglon, menempatkan diri pada situasi yang genting sekalipun adalah keahlian mereka, namun siapa sangka jika maut berkehendak lain. Nasib naas. Secerdas apapun dirimu kau hanyalah manusia yang tak luput dari kebodohan. Data tercecer, nama dan gambar wajah dimana-mana. Takut. Lalu Jantungan. Sanak sodarapun menangis. Beda dengan maling ayam, perampok bank atau teroris yang lebih tahan banting. Mereka memiliki keberanian yang lebih, menantang maut untuk memiliki apa yang mereka inginkan, sekalipun nyawa taruhannya. Kebanyakan melarikan diri saat tertangkap basah. Timah panas dalam tubuh. Bandar narkoba yang tertangkap, pemakai narkoba yang tabrakan, musisi yang ayan, pendeta yang terbakar setelah gerajanya dibakar oleh kelompok agamis radikal, pelaut yang tersapu ombak, petani yang sawahnya tak kunjung tumbuh akibat hujan derah kemudian hama menyerang dan anaknya butuh biaya sekolah kemudian istrinya yang terkena kanker rahim, selebriti mesum, tokoh agama yang cabul, SPBU yang meledak, dapur yang meledak akibat gas 3kg, rumah yang terbakar, tanah yang longsor, banjir bandang, gempa, tsunami, wabah penyakit, gedung rubuh, pesawat jatuh, kapal tenggelam…

Ini bukan cerita bagaimana saya, kau dan kalian akan meninggalkan rangkain berupa aksara. Meninggalkan sejuta warna dan menggantinya menjadi warna yang kembali dipilihkan. Ini juga bukan cerita dimana kita akan jatuh, sakit dan mati, atau bagaimana kita merasakan jatuh, sakit dan mati. Apa kau bisa merasakan mati? Intinya ini bukan cerita kematian.

Apa kau takut mati? Saya tidak ingin mati sebagai pahlawan, saya ingin mati sebagai penjahat super.

Sudah lumayan lama saya tidak menulis, saya cuma sedang iseng, karena penulis itu latihannya hanya menulis, jadi tidak ada salahnya jika saya ngawur! Tidak ada yang salahkan?

Tidak usah dipikirkan, apalagi kalian ingin menjawab. Dibawah santai saja. “hidup seperti diperkosa, jika kalian tidak mampu melawan, nikmati saja”

Sudahlah, saya semakin ngawur….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar