Kamis, 25 November 2010

"sang penyamun bodoh"

beberapa waktu yang lalu, aku singgah di planet jupiter. tapi sebelumnya aku kesasar di orbit lima. harusnya mendarat di orbit enam, dekat gugus sentaur. samping kiri pleades. aku ingin mampir di mars, tapi radiasi medan magnetnya terlalu besar. jadi aku memilih berkunjung ke jupiter. hanya sebentar aku disana, di planet yang konon masyarakatnya pernah pergi ke surga. aku berusaha untuk bertanya kepada beberapa mahluk disana, di tanah lapang, di bawah jembatan, di lorong-lorong tikus dan di rumah pelacuran. aku bertanya apa agama kalian sehingga bisa ke surga?. mereka serentak menjawab "kami tidak butuh agama untuk menggapai surga".
"bila harta karung bisa diburu melalui petunjuk peta, mengapa bagi surga tidak berlaku hal yang sama?" dan kembali serentak bertanya. aku terdiam, itu pertanyaan terjanggal yang pernah ku dengar.



aku cuma ingin tahu bagaimana rasanya jadi penghuni surga, indahkah? bagaimana rupa bidadarinya? apakah juga tersisa bagiku bidadari berambut liberty? lembut jenaka dan mampu membuat aku selalu tertawa? aku ingin terpingkal tetapi langsung tersadar di antara terlena dan jaga yang jarang aku punya.

Selasa, 23 November 2010

alien yang hilang

Suatu pagi yang cerah bersama bising-bising kendaraan dan buruh terminal yang saling rebut debu yang jatuh dari surga. Cumal, dekil dan penuh spontanitas kesengajaan menawarkan kegelian di tiap urat sarafku yang sebelumnya berdengun di telingaku.
Cumal yang mana harus kupilih? Dekil yang mana bisa kupercaya? Aku harus memilih.
Monster raksasa berwarna ungu, bermata besar yang bernama mahkota adalah pilihan temanku. tak apalah jika bukan aku yang memilih. Aku tidak pandai memilih monster mana yang cepat dan jinak.

Seorang wanita paruh baya duduk disamping perut monster itu dan dengan sigap mempersilahkan kami masuk sebelum membuat sebuah perjanjian yang sangat detail dan wajib patuh lalu melempar senyum penuh garis manufaktur.
Didalam perut monster aku duduk bersampingan, ia memilih monster tak lucu ini sebab isi perutnya mengeluarkan angin yang sejuk bagai sore hari memandang sunset di pinggir pantai. Katanya, dan itu benar.

Gadis didepan berbalik ke arahku, ia tersenyum lalu tertawa. Aku mengernyitkan dahiku, ia bertanya. Kamu alien dari mana? Lalu melempar senyum seperti menampar mulutku yang tertelan tenggorokanku, rasanya seperti coklat. Coklat termanis yang pernah kurasa. Pertanyaannya tak urung kujawab, ia melakukannya lagi, lagi dan lagi, tapi sudah tak bertanya. Hanya melempar senyum yang tak ubahnya ku telan.
Kupalingkan wajahku ke arah luar sisi sebelah kanan perut monster, pepohonan yang menjulang kelangit, rumah-rumah pantai yang tak terawat silih berganti menghalangi pandanganku menikmati laut.

Apa aku lupa bilang pada kalian, kalau perut monster ini sangat transparan jika dilihat dari dalam keluar?

Monster ini berhenti, beberapa dari mereka keluar dari perut monster untuk melepas dahaga dan merentangkan kaki. Gadis yang sedari tadi melempar senyum, menyentuh tanganku. Berbisik lembut di telingaku. Katanya, kamu alie dari mana? Kepalamu tidak bundar seperti mahluk E.T, tanganmu tidak panjang seperti bentuk tubuh alien yang ada di film X-file atau mahluk asing luar angkasa di film the sign. Kamu bukan berasal dari ras alien lyra atau ras vega. Disana tidak ada yang berambut biru terang. Kamu juga bukan dari planet jupiter yang selalu mengaku pernah pergi ke surga.

Aku tertawa, lantas kutawarkan cemilan dan kuajak dia bercakap tentang laut didepanku. Tapi ia memintaku menatap kearahnya. Dan tiba-tiba kami begitu saja berada disana. Berada didalam perut monster yang lain, monster yang lebih besar dari sebelumnya. Mataku bebas memandang lautan, semakin keujung semakin menjauh. Lautan ini sepertinya pelit memperlihatkan ujungnya.

Tempat dimana aku berdiri tadi sudah mengecil dan semakin tak terlihat. Suara monster ini berpesan untuk tidak meninggalkan sesuatu diperutnya.

Sekarang aku berdiri ditempat yang besar, yang baru aku temui tapi sudah lama mengenalnya. Gadis itu melambaikan tangan,monster kecil yang ditumpanginya lumayan cepat, pandai melukai dan mampu membunuh. Tak lupa melemparkan senyum yang saya yakin bukan senyum terakhir yang keluar dari bibir merahnya. Aku pun berpindah, ke tubuh monster yang sedang. Meninggalkan senyum gadis itu yang tertempel di ranting pohon tak berdaun. Melambaikan tangan pada mereka, tangan satunya berkata “see you next time, monster’s. I kill you...


Minggu, 21 November 2010

mengintip mimpi


meludah di antara kerumunan hujan sama persisnya minum alkohol dalam keadaan setengah sadar, paling tidak seperti itu menurutku. sebagian ludah mengalir pelan melalui dagu bersama hujan, hanya sebentar, lalu menghilang dan meludah lagi. bulir-bulir air yang turun dari langit itu menjilati seluruh tubuh, tak ada yang tersisa, semuanya basah. entah dari mana asalnya, dari awan gelap yang murung? dari tangisan dewa dewi yang sedang patah hati? atau tuhan sedang ikut meludah? Persetan. Kotaku basah, pagiku basah, siangku basah, soreku basah. Diujung sana bebunyian bergemuruh, tidak ada yang menyukainya, mereka ketakutan mendengarnya. Bebunyian aneh yang entah dari mana berasal, sama seperti bulir air yang turun dari langit, entah dari mana asalnya. Malam hari tak selalu basah, bebunyian aneh itu bersembunyi di balik belaian sayang rembulan.

Kelelahan menunggu malam yang mengantarkan lelap dalam pelukan guling. Aku Terbangun dengan mimpi indah, bermimpi menggunting bibir arab, membutakan matanya lalu membunuhnya dengan perlahan. Ku kembalikan bangkai arab di asalnya tanpa sepeser gaji dan nabi terakhir pun menggelengkan kepala. Subhanallah.

Sabtu, 06 November 2010

Dongeng pengantar tidur

pernah tidak merasa seperti bintang, bulan dan matahari yang tidak pernah lelah menyinari bumi dalam keadaan, kesenyapan dan kegelapan apapun?, atau paling tidak seperti lilin kecil yang mampu menyinari isi tengggorokan yang penuh dengan omong kosong?. Hari ini membanggakan diri demi tugas mulia atau cerita tentang melawan apa dan siapa yang menjadi musuh, esok siapa yang peduli dan apa pedulimu terhadap botol kosong yang semalam habis tertelan melalui tenggorokanmu. Aku juga tidak peduli kemana gumpalan asap papir yang berisi ganja yang kuhembuskan begitu saja, jangan tutup mulut mu dan berhenti menatapku sinis. Goblok. Aku tidak peduli siapa kalian, aku tidak peduli tentang cerita mu sebagai anak yang baik-baik. Anak yang baik itu seperti apa sih?



Apa seperti bintang, bulan dan matahari yang selalu bercahaya buat bumi? atau seperti botol yang belum terbuka dan papir yang siap di bakar? Atau mungkin saja yang mengklaim dirinya sebagai atheis? Agamis? Agnostik? Pemberontak? Atau apalah menurutmu. Aku tidak peduli tentang cerita mu sebagai anak yang baik-baik, anak yang baik-baik itu sudah mati, jauh sebelum mereka menemukan cara membuat botol apa lagi cara me-lete ganja. Selamat tinggal kekecewaan.