Minggu, 16 Oktober 2011

Six Month



Beberapa hari terakhir ini cahaya rembulan terlihat indah dengan langit gulita yang menggandeng bintang-bintang. Hanya sebentar bulir air dari atas sana membasahi bumi. Tempat kami bersama. Bercanda, tertawa, sedih, menangis dan bercanda hingga tertawa kembali. Seperti itulah cara kami menandai hari. Disini tak ada harapan, rumput di biarkan menjalar hingga ke ujung trotoar kota seberang, hijau basah lalu kuning mengering. Terbakar lalu terbang terbawa angin. Orang-orang sibuk mengurus tingkat kesejahtraannya, demi masa depan yang lebih baik. Orang-orang pusing memilih pakaian apa yang harus mereka gunakan untuk bertemu dengan sepotong jiwanya. Orang-orang sibuk mencari-cari potongan tubuhnya masing-masing.

Semua tempat telah penuh sesak, semua tempat telah penuh omong kosong. Tak ada yang dapat di percaya, bahkan diriku sendiri, yang menjalar hingga ke ujung trotoar kota seberang, kota yang hilang.

Aku tak butuh petunjuk apapun dan dari manapun, aku tak butuh siapapun dan berapapun itu untuk bisa bercanda lalu tertawa hingga mampu menandai hari. Aku adalah rumput yang tak kenal kata kalah dari sisi jalan manapun didunia ini. Hingga matahari membakar mata hati, aku tidak akan menguning di antara semak belukar.

Malam ini adalah enam bulan yang di paksa terbakar dan malam ini adalah “kekalahan terbaik”.

-jika berbohong itu indah, maka kejujuran di atas apapun harus di lenyapkan-