Kamis, 28 Juni 2012

Kita Di Tengah Malam



Langit gelap dan pekat. Hujan kerap. Sempurna…

Berhenti bersedih apalagi menangis. Tak ada untungnya. Jauh lebih baik jika kau teriak atau memaki aku yang tak ada. Aku mendengar itu dari mulutmu yang bau asap rokok. Beberapa senti dari telingaku. Dalam kamar kecil. Sempit. Tengah malam. Langit gelap dan pekat. Hujan kerap. Sempurna.

Pagi yang muram. Sinar matahari menerobos celah kayu. Semalam kau memelukku begitu hangat dengan tubuh yang pucat. Sama seperti saat kita selesai bertengkar. Meleleh bersama. Aku tidak peduli kata orang bahwa ini adalah kutukan, aku juga tidak peduli pada sisi lainku yang menganggap aku telah gila karena mu. Membingkaimu dalam kotak kaca. Merapatkan pelupuk. Demikian kuat. Sekarang, siang merayap tepat di puncak.
Dua belas lewat sekian. Pintu berdenyit. Lalu terbuka setengah. Waktunya makan siang. Perempuan itu teriak. Menyambar sapu yang tersandar di dinding lalu menghantamkan gagangnya di pintu besi yang telah berkarat dimakan tua. Matanya sinis. Aku membencinya. Bukankah kau juga membencinya?. Malam pun seperti itu. Tatapan garang. Hentakan sapu pada pintu besi.makan malam. lalu mencumbuimu seperti malam itu hingga lelap terbawa mimpi. Lima lampu menyala. Sebagian mati. Termasuk diatas kepala.

“siapa?”

“siapa itu?!”

“anjing!!!”

Kau selalu membuatku marah. Mengagetkan aku hingga terbangun. Aku tak bisa menjengukmu. Mencumbuimu. Malam hening pecah.

Wajahmu sangat kusut. Pucat. Dan hampir tak mengenalimu jika kau tak bersuara. Apa wajahmu dimakan tanah? seminggu yang lalu, saat aku mengungjungimu, dimana kita bercinta di bawah pohon ketapang yang umurnya ratusan tahun itu, wajahmu baik-baik saja. Dan malam itu kali ke tiganya aku membongkar makammu untuk bercerita, memelukmu dan mencumbuimu. Mengankatmu naik, lalu kita bermesraan bersandar di bawah pohon ketapang tepat didepan nisanmu. Langit gelap dan pekat. Hujan kerap. Sempurna. Hingga aku berada di kamar sempit yang lembab ini. Bersama orang gila lainnya. aku tidak gila. Aku sayang kamu. Tunggu aku di makammu. Mencumbuimu jauh lebih sadis saat kau masih hidup.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar